Sendal

Cerpen Dunia Sandiwara

Janji


Promise
     Sejak berkenalan dengan seorang perempuan hidup Adi berubah. Saat ini Adi sedang mengambil les intensif untuk persiapan masuk tes bersama perguruan tinggi negeri tiga bulan yang akan datang. Setiap sore Adi datang ke tempat les yang berjarak lima setengah kilometer di pusat kota kelahiran dia. Untuk sampai ke sana Adi naik bus trans kota dengan biaya tiga ribu rupiah. Adi merupakan lulusan SMA tahun lalu. Karena belum lolos di fakultas yang di pilih dia memutuskan menunda satu tahun. Selama setahun ini hari-hari Adi hanya dihabiskan untuk membolak balik buku pelajaran. Sudah berbagai jenis soal ia kerjakan baik soal saintek maupun soshum. Tahun kemarin ia mengambil jurusan kedokteran dan manajemen di salah satu perguruan tinggi negeri Yogyakarta. Dia pun sampai sekarang masih mencari alasan kenapa ia tidak diterima padahal dari hasil try out ia selalu mendapat hasil diatas lima puluh persen. Hal itu merupakan kegagalan terbesar yang ia pernah alami. 


     Sabtu sore jam tiga perjalan menuju halte yang terletak berdekatan dengan tempat lesnya Adi berpapasan dengan seorang perempuan. Karena jalan berlobang dan becek Adi hanya melirik sekilas wanita tersebut. Adi hanya ingat perempuan tadi memakai jilbab coklat dengan tas cangking bertulis promise. Adi meneruskan perjalannya ke halte sambil mengingat-ngingat wajah perempuan tadi. Sampainya di rumah Adi membuka kembali buku tahunan sma yang terkahir kali ia buka setahun lalu. Ia membuka buka lembar demi lembar sambil mengingat wanita tadi pelan-pelan. Namun tidak ada satupun dari foto yang ia anggap cocok dengan perempuan berkerudung coklat itu. Ia berfikir perempuan kemarin bukan teman se sma dulu. 


     "Hai,"sapa Adi dengan pelan. "iya,"jawab perempuan didepan Adi dengan wajah memerah. Adi hanya memintan jalan untuk berangsak ke bagian depan bus yang sedang mereka tumpangi. Perempuan itu terlihat seumuran dengannya, dengan tinggi badan kira-kira 155 cm dan berbadan langsing. Sempat terlintas dalam benak Adi bahwa perempuan itu adalah perempuan yang ia papasin kemarin sore. Adi mencoba menoleh ke bekalang, sayangnya kerumunan penumpang yang berdiri menghalanginya. Bus berhenti di halte ia biasa turun di dekat tempat lesnya. Disitu ia menunggu semua penumpang yang turun, tetapi ia tidak melihat sama sekali perempuan seumuran sebaya. Hanya bapak tua, ibu yang menggendong dua anaknya dan sepuluh orang pekerja pabrik yang berpakaian putih hitam. 


      Adi semakin penasaran dengan perempuan berkerudung coklat itu. Ia selalu muncul di fikiran Adi. Sudah dua kali ini Adi bertemu dengannya. "Apakah ini yang namanya takdir" gumam Adi. Ibu pengajar memasuki ruangan try out. Dia memberi perintah untuk memasukkan semua buku dan alat tulis lainnya. Kali ini try out di laksanakan serempak satu kali bagi semua peserta les baik peserta reguler, intensif maupun khusus. Ibu pengawas membagikan lembar jawab. Peserta segera mengisi biodata mereka masing-masing. Lima menit kemudian bel berbunyi bertanda soal boleh dibuka. 


     Datang seorang perempuan dengan napas yang cepat sesegera minta izin memasuki ruangan tes kepada ibu pengajar. Ibu pengajar berbicara dengannya sambil memberi kertas try out. Ia berjalan mengarah dan duduk di belakang Adi. Adi melihat nama Alisya di stopmap merahnya. Dan tas pinggang bertulis promise berwarna coklat. Adi tetap fokus dan konsentrasi pada soal try out nya. Tiba-tiba Alisya menepuk pundak Adi. "Boleh aku pinjam pencilnya kalau ada lebih" kata Alisyia pelan sambil menujukkan pencilnya yang belum diserut. Saat itulah Adi benar-benar dapat memandang wajah perempuan yang ia cari-cari. " iya boleh." Jawab Adi dengan halus. Adi malah melamun membayangkan wajah Alisya. Kecantikan Alisya telah melunturkan hati Adi. Adi ingin berkenalan lebih dekat dengan dia. Selesai try out Adi memberanikan diri menyapa lebih dahulu. Mereka saling mengobrol satu sama lain. Saat itu lah juga Adi berjanji pada dirinya sendiri akan meminang Alisya kalau mereka sudah lulus kuliah nanti. 



Jalan yang Keliru

Wrong Way


Senin, 8 Januari 2018


14:00
      Rintik suara deras hujan belum reda sejak tadi siang membuat Anse dan ketiga temannya bertahan didalam rumah. Jam menunjukkan pukul dua siang, mereka memutuskan membeli makanan lewat delivery Gozek. Kali ini mereka memesan lewat handphone Dandi, mereka membeli di Gareng Resto.
Dandi      : “kalian pesen apa woi ?”
Kiki         : “paha goreng dua nasi”
Alpe        : “telur goreng tiga nasi tanpa minum”
Anse       : “dua kepala goreng satu nasi sama es jeruk”
Ciko        : “aku paha goreng telur nasi dua”

14:03
         Pengemudi gozek menelepon dandi memastikan pesanan dan alamat rumah mereka yang berada di komplek Durian Village nomer dua Jalan Imam Bonjol. Ciko menunggu dengan membaca buku kuliah Bahasa Indonesia karena ada ulangan mingguan. Anse mendengarkan musik di kamarnya. Dandi, Kiki dan Alpe asik menonton TV siaran sepak bola.

14:30
     Hujan pun reda keadaan diluar rumah semakin cerah. Meskipun pesanan belum datang Alpe memutuskan pergi ke perpustakaan kampus untuk mengerjakan tugas dosen. Alpe memilah buku kesehatan masyarakat guna menyusun makalahnya yang berjudul hubungan kesehatan anak dengan lingkungan tempat tinggal. Dari belasan buku yang di pilih Alpe memfoto bagian yang penting dari setiap textbook. Tidak sengaja teman sekelas Alpe, Putih juga berada di perpustakaan bagian pojok belakang. Mereka ngobrol diskusi mengenai tugas masing-masing. Lama kelamaan Putih mengajak Alpe makan.

15:25

Putih       : “Pe ayok makan”sambil mengangkat tas.
Alpe        : “gimana yaa, tapi”mengelus kepala.
Putih       : “ayok lah aku jarang ngajak cowok makan lhoo”sambil senyum menggoda.
Alpe        : “yaudah deh makan dimana?”
Putih       : “di Resto Gareng gimana? makanannya enak, tempatnya bersih dan harga sesuai juga”.
Alpe       : “waduh mintanya di Resto Gareng juga, masak gue minta ganti tempat”bergumam dalam                      hati. “ayo berangkat gue juga sering ke situ kok,” Alpe berlagak baik-baik saja.

      Selama makan mereka saling ngobrol tentang tugas, perkuliahan, sesekali mereka saling tanya mengenai suatu hal yang tentang diri mereka masing-masing. Putih berasal dari luar jawa anak seorang pengusaha karet tapi orang tuanya asli jawa. Dia mempunyai hobi membaca dan nyanyi, pernah ikut kompetisi menyanyi tapi tidak lolos pada audisi.

16:00

Putih       : “makasih ya udah nemenin”.
Alpe        : “sama-sama, nanti gue yang bayar aja yaa”.
Putih       : “lha kok gitu, tadi kan aku yang ngajak seharusnya aku yang bayarin”.
Alpe        : “sudah gapapa kok, lain kali aja, khusus hari ini aku yang bayar”.
Putih       : “kalo gitu makasih ya”.
Alpe        : “sama-sama”.

16:07

Dandi      : “Pe makananmu ku taruh di dapur”
Alpe        : “sial sudah jatuh ketimpa tangga hari ini, makan lho aja ngga nafsu gue”.
Dandi      : “lha ngapa ? beneran?”.
Alpe        : “ya tadi pesen telur biar irit malah taunya di ajak makan Putih di Resto Gareng juga, dan                      gue sok bayarin lagi”.
Ciko        : “yaelah maka nya jangan sok dihadapan cewek”.
Kik          : “mantap, tapi kan lumayan bisa quality Time dengan si cantik Putih”.
Anse       : “mendingan beli Kfc, dapet paha atas bawah ohhh” tertawa mengejek.
Alpe        : “dasar lo pada”.
Kiki         : “besok aku ceritain ke Putih, kan lumayan bisa promosiin lho” sambil tertawa.
Mereka masih saja mengolok-olok Alpe. Akhirnya telur goreng dan  pesanan Alpe dimakan oleh Dandi dengan lahap berfaedah.

Pertemanan Sejati

Pertemanan Dua Sekawan

5:30

Dinginnya udara pagi menghembus pelan, melewati sarung Anse penuh kedamaian.
Anse : “Pe, nanti jam enam kurang sepuluh ke pasar beli sayur”.
Alpe : “Yoi, mau beli sayur apa?”.
Anse : “sayur sup komplit”.
Alpe : “okee, tapi pake motor lo, motor gue boros bensin”.
Anse : “yaelah tong tong, masak boros avtur !!!”

     Mereka beranjak pergi ke pasar tradisional berjarak tiga kilometer dari rumah. Tetapi jalan masuk pasar macet sehingga mereka parkir disamping barat pasar yang lebih mahal seribu rupiah.

Penjual : “Mau beli apa mas ?”.
Anse     : “Sayur buat sup pak”.
Penjual : ”Yang paket atau bijian mas ?”.
Ans      : “Harga paket berapaan ?”.
Penjual : “Dua puluh ribu rupiah ada jamur,kol, tomat, kentang, wortel, seledri sama makaroni, ini lo                  mas”.
Anse     : “Ambil itu aja pak, dua lima ribu ya pak gak dapat kurang ?”.
Penjual : “Sudah pas mas, penjual lain ya segitu”.
Anse     : “aduhhhh, Lo ada uang Pe?”.
Alpe     : “Gak ada uang gue,kenapa ?”.
Anse     : “Gak pake jamur sama makaroni jadi berapa pak ?”.
Penjual : “Delapan belas ribu rupiah mas ?”
Anse     : “Kentangnya separo aja pak ? jadi berapa pak?”.
Penjual : “Lima belas ribu rupiah mas ?”.
Anse     : “Ini pak uangnya pas alhamdulillah”.

      Setelah menyesuaikan harga dengan isi dompet Anse langsung berpikiran pulang, karena tidak ada lagi uang untuk beli kebutuhan lainnya. Setelah sampai di depan pintu pasar Alpe mendekati penjual jajan pasar.
Alpe : “Se, lewat jalan sebelah sini, gue mau beli apem!”.
Anse : “Apaan beli apem!! Tadi katanya gak ada uang ?”.
Alpe : “lha sebenere gue bawa sepuluh ribu rupiah,,”.
Anse : “Lo gila ya, kan tadi kurang uangnya, malah ngga ngasih tapi..”.
Alpe : “Haha kan tujuan gue ke sini buat beli apem, udah ngidam seminggu lalu coy."
Anse : “Kesehaanmu !!!”
Di parkiran karena mereka sudah tidak ada uang yang tersisa lantas Alpe membayar parkir dengan tiga biji apem setelah mereka melobi tukang parkir agak lama. Diperjalanan Alpe makan dengan lahap seperti orang gak berdosa.

6:39
Alpe : “Guys, ada apem guys yang mau silahkan ambil,”
Anse : “Makan tu Apem!!! “